Senin, 27 Desember 2010

"Serangan Fajar" The Adventure Off - Road to Rancabuaya

Sekitar bulan januari 2010 beberapa orang teman memprakarsai kegiatan “Mengejar Malam”, dimana berbelas-belas motor berangkat dari hiruk pikuk kota yg sudah mulai acak-acakan ini menuju sebuah kampung di tengah hutan dan ditempuh melewati beberapa gunung dgn jarak yg lumayan jauh :D, walhasil (sebelah utara walahir,, haha) mereka membawa cerita yg bisa dibilang cukup teruk *baca:jelek,buruk,ramijud/red. Mendengar cerita rekan, kami tidak terima dengan hasil buruk yg diterima beberapa rekan tim. Akhirnya kita putuskan untuk menempuh kembali hutan hujan tropis daerah selatan Jawa Barat itu.
And the story of “Serangan Fajar” is begin…



Jumat, 3 Desember 2010
09.00 am
"Asa barudak teu datang-datang janjian jam salapan teh"  (perasaan anak-anak ga dateng-dateng padahal janjian jam sembilan). Setelah sekian lama kita jadwalkan kumpul pukul Sembilan dirumah saya, tapi angger, dasar orang Indonesya hmm.. Menurut rakernas seminggu sebelum keberangkatan kita akan take-off pukul sepuluh menuju rumah kang Herdin salah satu Leader Wisata OffRoad kali ini, tapi apalah daya, kaki dan tangan sudah dipenuhi protector, terima aja laaahh haha teu nyambung.. Dan akhirnya kita dengan berat kaki menerima adatadatan *Pa Immar yg berulangkali menyuruh Jumatan dulu di rumah saya.
*Pa Immar adalah bapa si kami!!!

01.00 pm
Formasi telah lengkap, Pangkostrad @Ipong, yang menjadi komandan dari pasukan Rob Trujillo, memeriksa kuku satu persatu anggotanya, yaitu @HEDIbredi, @luqmanimmar, @RianFeb, @didinbahe, @bu_ndut, @AthirGoal, @kuyyaku, @cipopoci, dan terakhir tim SAR sekaligus sweeper yaitu @imamthekindeuws. Maaf, ternyata @bu_ndut ngga ikut, hanya mengantar suami tercinta @didinbahe, maklum lagi anget-angetnya karena mereka pengantin baru dua minggu hihi..

02.00 pm
Sesampainya di RoxxBroxx daerah Margahayu Rancabolang, kita disambut oleh ayam bakar, semur jengkol, sambal dan kerupuk. Penyambutan yg membuat gaya tarik meraik antara kedua buah kelopak mata atas dan bawah haha… Waktu telah menunjukan puku tiga saat itu, dengan kondisi hujan gerimis, yg membuat anak-anak ingin segera pergi, namun sesaat sebelum berangkat Kang Asep sebagai teknisi, sedikit setting karbu motor Honda TL @HEDIbredi karena suka beberebetan katanya, disambil yg lainnya berkarya membuat gaiter dari ban bekas :D.
*beberebetan, kata yg sering diucapkan dikalangan penyuka otomotif, tp jika ditanya artinya, tak ada satupun yg bisa mengartikannya dgn baik dan benar haha..

03.30 pm
Di depan halaman dua belas orang menundukan kepala untuk memanjatkan permohonan keselamatan atas perjalanan ini. Karena perjalanan ini memakan waktu yg tidak sebentar dan medan yg kita lalui jg bukan jalan normal (berarti urang teh teu narormal haha). Rute jalan kota yang kita lalui adalah Buahbatu – Baleendah – Banjaran – Soreang – Ciwideuy. Pengisian bensin terkahir kita di POM setelah alun-alun Ciwidey, tak jauh dari situ pun kita memasuki jalan perkebunan (Pangumbahan) yg setengah aspal setengah batu, itu juga hanya limabelas persen perjalanan dari rute yang kita tempuh dari desa Pangumbahan menuju desa Londok, Kecamatan Pasir Jambu yang juga desa perbatasan antara Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Cianjur.


06.00 pm
Tak terlihat mobil sedan atau citycar di sekitar perjalanan, kenapa? Haha karena, siapa juga yg mau bunuh diri membawa mobil pendek ke trek perkebunan Dewata. Jika anda seseorang yang selalu berkeluh kesah tentang jalanan kota yg berlubang dan berbatu, berbahagialah karena dikota tidak ada ada lubang dan batu sebesar anak bayi posisi terlentang yg mau tidak mau harus kita lindas sepanjang perjalanan. tigapuluhenam kilometer kita tempuh dalam waktu dua setengah jam, dengan kondisi berkabut tebal dan hujan deras. Ditambah beberapa waktu kotor, operasi karburator @kuyyaku yg macet skepnya, A Ipong Nyasar, Kang Asep patah Handle Kopling, @imamthekindeuws konon motornya total berhenti ditarik oleh “sesuatu” di belakang (padahal mah knalpotna coplok, terus nyangked dina ban tahu.. heuh, geus suudzon dibenyéng ku  jurig)



09.00 pm
tok tok tok, punten, buuu.. ieu Herdin ti Bandung, badé ngiring ngéndong sawengi”, begitulah kira-kira potongan bait yg dikeluarkan dari tubuh besar basah kuyup yg dilontarkan sesaat memasuki pelataran warung Pa Kumis di desa Londok. Etape pertama kami lalui dengan baik, meskipun sedikit keluh-kesah dimuntahkan orang dari tim kami. Rapikan parkir, ganti baju, udud satang, lalu makan besar kembali, saking besarnya ada yang pesan dua mie instant ditambah dua potong ayam dan dipurulukan beberapa balabala dibanjur kurupuk tiga biji, hadeuh RW06.
Bercandatawa, silih asah, asih, asuh dan silih sepét sebelum tidur malam menina bobokan beberapa dari kami, karena sisanya molotot semaleman meskipun menelan obat tidur dari Dokter Herdin hihi. Dingin yg sangat menjadi musuh dalam selimut, meskipun baju rangkap sarung terkurap tetap menyendat istirahat malam itu. Akhirnya saya memutuskan untuk siduru di hawu agar tidak terserang salesma. Pun yg lain mengikuti, sugan téh aing hungkul nu teu bisa sare téh. Udud maning, kopi maning sampai tak terasa azdan shubuh berkumandang, mata pun masi terbelalak melihat bara di tungku. Nasi sudah jadi bubur, kecapin aje, tak lupa yg basah dijemur, nikmatin ajee hehe..



Sabtu, 4 Desember 2010
06.00 am
Diluar matahari sudah bersinar terang, anakanak sekitar berseragam bermuka riang hendak sekolah yang sepuluh kilometer jauhnya menggunakan transportasi dolak yg diedit menggunakan jok pipa besi berjajar mirip dengan angkutan di kota, tak tanggung-tanggung, untuk melewati jalanan naik turun berbatu agar-dimana-supaya tidak gampang ambyar per daun mobilnya, dia ganti dengan balok kayu tiang pancang rumah seukuran paha orang dewasa haha.
Sekali lagi kita harus bersyukur mengingat saudara-saudara kita di desa ini menempuh jarak berkilo-kilo dalam menimba ilmu pengetahuan, untuk sekedar tahu siapakah presiden kita, untuk sekedar tahu satu tambah satu sama dengan dua, dan untuk sekedar tahu dunia ini bebentuk bulat. Sedangkan kita orang kota, jarak tempuh dgn sarana pendidikan tak lebih dari lima kilometer, itu pun menggunakan kendaraan yg sangat nyaman, angger wéh horéam haha #poke @imamthekindeuws. Cukup sekian ceramahnya, kita lanjutkan cerita perjalanan yg masi panjang ini.


10.00 am
Kelar sarapan, jemur motor, cuci badan, ngerem ucing, dan maraban anjing. Tim abrag berangkat dari depan (tipayun) berjumlahkan lima orang yg diimami oleh Kang Herdin (Pwt1), berjamaahkan Kang Asep, @AthirGoal, @didinbahe, dan @RianFeb (Pwt2). Sambil menunggu giliran berangkat, tim jablay sempat memperbaiki motor @kuyyaku yg sering ngacay olina :D. Duapuluh menit dari keberangkatan, terdengar buzz di wt3 dan 4, “linggis, linggis, kirim linggis secepatnya, Kang Asep bocor, ganti”, serentak kami saling memandang, nampak terdengar kabar miris dari tim pertama, tak lama kemudian keluar ucapan dari wt 2, “kunci ban sama kunci inggris klo ada”, o0o0o ban Kang Asep yg bocor, sugan teh.. . Akhirnya balabantuan pun menyusul ke TKP, meskipun kokosehan di tanjakan pertama, dan backflip-nya loncin di tanjakan kedua, namun linggis dapat dikirim dengan cepat :D.
*Pwt: Pembawa Walkytalkie.


Sepanjang perjalanan kami bertemu ojeg metal, pak janggut, dan satu keluarga besar yg bertujuan sama seperti kami yaitu ke Cihalimun, Kabupaten Cianjur. Okey, out of topic, dan silahkan bayangkan oleh diri anda sendiri, apa yg ada di pikiran anda ketika;
Pertama, saat turun menuju hutan lindung Gunung Simpang itu, kami berpapasan dgn ojeg metal membawa tiga karung berisi rumput dan sajabana. Di tengah perjalanan (bangku/red), dia telah kembali dgn tiga gembolan karung yg berbeda dan menuju ke arah yg kami tuju, pun saat kami istirahat, dia selesai merokok sebatang lalu beranjak kembali.
FYI : Satu-satunya jalan akses menuju Cihalimun dari Londok yaitu jalan yg kami tempuh selama empat jam ini, dan dia bisa menaklukan anak gunung Patuha itu selama satu hingga dua jam pulang pergi. Dududududuuu..
Kedua, Pak Janggut, kenapa saya sebut dia pak janggut, karena dia mirip sekali dengan tokoh kartun di majalah anak jaman saya SD, berkemeja kuning kotak-kotak lusuh, smoke on the right hand, carrying timber in the left shoulder, and guess, he didnt use slippers. What a life guys??
FYI : Perjalanan yg kami tempuh sepanjang tigapuluhenam kilometer itu bukan red carpet-nya American Music Award!!, tapi dipenuhi dgn batuan besar, berkerikil tajam, lumpur dipenuhi pacet, pelepah pohon yg membusuk, tanah liat super lengket, ditambah kontur tanah yg curam fiuuhh.
Ketiga, nampak satu keluarga yg terdiri dari lima orang laki-laki diikuti dua orang perempuan, dan dua orang bayi yg digendong. Mereka berjalan di kedalaman hutan itu bagai jalan-jalan di Taman Safari, penuh dgn senyuman, ramah, dan sempat-sempatnya bercandatawa dengan tim kami yg kelelahan. Mereka terbiasa untuk pulang kampung ke arah cihalimun dgn waktu terlama tiga jam hahaa... Sedangkan kita offroader menempuh jarak hutan tersebut paling beruntung dgn waktu empat hingga lima jam.
Tak ayal seorang dari tim kami pun kukulutus, “mending leumpang ari kitu mah atuh, daripada naék motor capé ku kokosehan haha”, tertawa sambil bergulingguling di kubangan lumpur #lebay
FYI: Diatas langit masih ada langit, jika anda merasa segar bugar dan setiap hari berolahraga atau fitness di sabuga, you wrong guys, no shoes, no L-ment, they walk more than hundred miles per a week. 
Keempat, kira-kira enam kilometer atau satu jam sebelum bertemu di tempat peristirahatan (baca:bangku/red), saya bertemu dgn kelompok keluarga di reruntuhan pohon dgn formasi lima dua dua seperti yg diceritakan diatas sebelumnya. Karena sempat kami berbincang dgn mereka, maka saya pun hafal satu persatu dari mereka. Tak jauh mereka beranjak, di kesendirian sesaat menunggu teman paling belakang, saya bertemu dgn orangtua pejalan kaki, kali ini dia menggunakan pakaian layaknya orang kanékés (baduy dalam), celana hitam, kain baju hitam, dan ikat kepala hitam dgn membawa seperti seorang bayi dibedong pake sarung kotak-kotak warna merah tua namun bayinya itu tidak diperlihatkan sama sekali. Tanpa berpikiran negative, langsung lempar senyuman permohonan maaf karena motor saya menghalangi pejalan itu, dan tak sedikit pun dia menoleh, terlebih bicara. Mungkin dia kelelahan ditambah para pengguna sepeda motor memecah keheningan hutan itu. Hihi garing nya nu ka opat mah.., tapi..
FYI: SEMUA ANGGOTA TIM SATU DAN TIM DUA TIDAK MELIHAT SOSOK ITU, KECUALI SAYA!!!


01.20 am
Inilah bangku yg sering disebut-sebut. buka trangia, didihkan air, buka kopi, seduh dengan air secukupnya, suruputtt aaahhhh diselasela Mang Asep mengolah tubuh dgn menambal ban dan isi angin dgn pompa tangan :D. Tempat peristirahatan ini kerap dijadikan check point bagi pejalan kaki, ojeg warga, hikers, spedahers, sekaligus para oproder tak tau diri seperti kami :D. Kenapa tak tau diri?, karena ngabala dan ngarusak bangku sepertihalnya dilakukan si luqman (haha teu kahaja masvRo).

  
Perjalanan diteruskan setelah semuanya beres, ganti ban beres, ngabala beres, ngopi beres, dan popotoan beres. Dari sini kita menemukan trek turunan yg licin single rail, aturan no rem, no gain tidak berlaku disini, direm atu tidak, motor tetap meluncur bagai wahana halilintar di dufan. Beberapa kali bertemu trek seperti itu kami muak dan cangkeul, diakhir dgn turunan lumpur kami pun disuguhi sungai kecil yg dialiri air jernih, saatnya reload air minum. Sebatang dari sungai kita berjalan turun dgn kondisi berbatu kali yg licin dan besar menuju desa Cihalimun.


02.30 pm
Yihaaa satu persatu genteng rumah pun mulai terlihat, bertandakan desa yg kita tuju sudah di pelupuk mata. Dua motor masuk paddock untuk tambal ban. Dan sebelas orang masuk rumah, untuk makan haha.. Kang Yusuf ternyata sebagai presiden di rumah itu warga asli cihalimun, rumah panggung yg ciamik, dan kerap dijadikan shelter oleh para pecinta offroad roda dua yg menuju cidaun dari arah Londok.

Potong ayam, ayam di kuali,
imam minta lada, lada di si poci
terong di luqman, terong di bredi
lalalalalalalalalalalaaaaaaaaaa
*terinspirasi lagu potong bebek :D
 
Begitulah nyanyian kegembiraan tim ketika lolos di etape pertama. Kopi panas, teh panas dan kompor panas. Bergantian dari kami mengeringkan pakaian. Sebagian diluar untuk debus dengan menahan dinginnya angin lembah hutan berikut hujan. Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu, asa teu anggeus-anggeus nambal ban dua motor the?!?. Terhambatnya waktu perjalanan akibat beberapa motor kami mengalami kerusakan, ditambah tukang tambal pemula yg menghabiskan waktu lima jam untuk menambal dua ban motor saja, mending mun bener, angger w ditambal deui huh..

09.00 pm
Bergegas keluar dari cihalimun, melewati orang desa beriringan yg hendak menghadiri pengajian di mesjid sekitar. Entah apa yg dikerjakan tukang tambal ban tadi, maka motor Kang Herdin pun kembali masuk bengkel Alex yg tak jauh dr kediaman Kang Yusuf. Eureun maning, Tambal maning, isi bengsin maning, jeung las step @didinbahe nu sengklek, dodoja oprud ieu teh namina haha..
Lepas dari itu semua sedikitnya telah lega karena telah melewati hutan yg dianggap sulit oleh para pendahulu kami. Tetapi lain cerita lain kenyataan, trek yg awalnya kami anggap “bonus track” malah menjadi bumerang bagi tim kami. Perjalanan yg diperkirakan kurang lebih tiga jam dalam kondisi mujur tanpa  tersendat oleh kendala apapun, kami lalui dengan waktu tujuh jam ditambah waktu ngalenyap dua jam di kantor kelurahan Naringgul Kabupaten Cianjur :D. Jalur yg dianggap mudah, oleh penduduk sekitar pun malas menjamahnya. Kondisi jalan berbatu sepanjang tiga puluh kilo ditambah longsor dan jalanan sebagian besar telah berlumut licin. Alhamdulillah tim kami menyelesaikan etape ketiga hanya (kuat ka hanya) Mang Asep masuk jurang, saya bersama @didinbahe disangka maling oleh warga, dan sisanya banyak dari kami mengeluh, mengeluh dan mengeluh karena dingin dan mengantuk.


Minggu, 5 Desember 2010
05.00 am
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, ibunda dr @AthirGoal telah berpulang ke rahmatullah. Hening sesaat ketika sms yg diterima dari teman-teman kami di Bandung. Entah apa yg ada di pikiran tim kami setelah berjibaku dengan perjalanan panjang yg melelahkan lalu disuguhi beritaduka yg mendalam.
 
Sesampainya dilaut, kukabarkan semuanya
Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
( Berita kepada kawan - Ebiet G. Ade, Camellia II, 1979 )


Garis pantai dan garis finish sudah dipelupuk mata, kesenangan pun diredam suasana.  Semoga amal ibadah ibunda @AthirGoal diterima di sisi Allah SWT.

*Perjalanan dari Desa Cihalimun menuju Pantai Jayanti tidak ada yg menggambarkan, karena keadaan gelap kelam dan kelelehan menjadi faktor terbesar melupakan untuk mengabadikan momen.

The Leader a.ka Kang Herdin
Sengaja kami tidak melewati pantai wisata Rancabuaya saat tiba, karena kami ingin bersantai sejenak menikmati kehangatan mentari pagi (tanning ceritanya mah) di ujung Desa Cimora, arah barat pantai wisata. Kopi, rokok, cemilan, cepuluh dan cebelas menemani tidur sekejap di pagi itu. Hingga salah dua dari kami hendak mencari penginapan di daerah wisata, bermain ombak, dan mengitari garis pantai. saya, @RianFeb dan @imamthekindeuws masih tetap terlelap :D. Dan akhirnya tim pemburu villa mendapatkan tempat yg indah dan nyaman untuk beristirahat.
@mapsgoogle: Villa Pak H. Aut @ -7.525277129305632,107.47742414474487
  


Senin, 6 Desember 2010 

Seharian beristirahat di villa dan menghabiskan waktu dengan bermain dipantai, menunggu tim rescue datang dan mengotakatik motor masing-masing, kami memutuskan kembali ke semrawutan kota bandung.


01.00 pm
Empat dari kesebelasan tim kami terlebih dahulu pulang ke Bandung karena penyebabnya apa saya tak tahu, bukan di kartu merah jg, yg pasti @AthirGoal menyusul ke tempat pemakaman ibunya di Solo minggu pagi kemarin. Alhasil satu motor tak berpenumpang dinaikan ke atas mobil bak tim rescue. Yg naik ternyata motor kecil @kuyyaku :D agar muat disimpan di bak belakang mobil.


Keluar dari villa untuk beranjak perjalanan pulang, kami sudah diguyur hujan deras serta angin kencang sepanjang perjalanan menyusur pantai. Belum seperempat perjalanan motor @didinbahe bannya meledak, tepat ditepi telinga saya. Agar tak repot, kita tukar motor dgn motor cadangan di mobil. Setibanya di Cidaun, kami bertanya-tanya selalu untuk pulang menuju arah mana, karena ingin mencari jalan terdekat agar tak repot. Akhirnya diberitahu oleh penduduk setempat agar melalui jalur Naringgul, Kab. Cianjur.


Tanpa pikir panjang langsung mengarahkan motor kesebelah utara pasar Cidaun. Jalan menanjak kecil dan kerikil beterbangan sudah menjadi hal biasa di jalur kabupaten di pulau Jawa. Memasuki Desa Margawangi kami sempatkan istirahat sambil menunggu tim mobil.
Write on the big sign when we will enter the region.ANDA MEMASUKI KAWASAN RAWAN LONGSOR!!!”, what?!? Udah tau rawan longsor kenapa dibuat jalan? Ya ya itulah manusia. Jalan disini mirip Road of Death di Bolivia, yg hanya bisa dilewati oleh dua buah mobil berdempetan jika bertemu mobil lain dari arah berlawanan. Jalan ini diapit oleh tebing tajam dan jurang yg curam, lebar tak lebih dari empat meter, berlobang-lobang ditaburi pasir dan bertebaran kerikil. Disaat melewati jalan tersebut dalam keadaan hujan gerimis, menambah kecemasan kami terhadap tim mobil. 



06.00 pm
Kekhawatiran kami terbukti, tim mobil sempat kesulitan melewati tanjakan telak sepanjang satu kilo, sempat membuat heboh sesama pemakai jalan hihi. Sepanjang jalan raya Naringgul menuju Cibuni, Subhanalloh sekali pemirsah,  jalan ditepi tebing, dibawahnya terdapat sengkedan sawah yg ditanami padi muda, dan dihiasi air terjun disetiap tebingnya. Satu yg membuat kami tertegun kagum, yaitu di Curug Cérét. Cérét (sunda) dlm bahasa berarti cipratan. Namanya diambil dr regulasi alam itu sendiri, yg cipratan airnya selalu membasahi jalanan, kadang jika musim penghujan, airnya meluap hingga membanjiri jalanan.

  
Singkat cerita, perjalanan malam disertai udara dingin pegunungan ditambah hujan besar membuat kami kewalahan. Konsentrasi untuk melihat jalanan yg gelap (sebagian besar motor kami tanpa lampu memadai). Tekad bulat yg membuat kami kuat untuk mencapai finish dirumah masing-masing dgn selamat merupakan modal utama dan penyemangat dlm perjalanan pulang ini. Sesedikit terlihat nyala lampu dari pemukiman sekitar menambah semangat kami untuk segera mencapai kota. Perlahan demi perlahan, Patengang, Ciwidey, Pasir Jambu, Soreang dan cessssss ban belakang motor yg ditumpangi @didinbahe bocor, kembali mengalami kejadian yg suram dalam waktu satu hari haha..

Ketika @hediBREDI, @kuyyaku dan A Ipong melesat menuju rumah masing-masing, saya bersama @RianFeb ditemani tim mobil @randymandagi dan @andriapriadi menghangatkan badan dgn sepiring basotahu di pinggiran jalan raya Kopo, sedangkan @didinbahe dan @imamthekindeuws masih berjibaku dgn kendaraan masing-masing di soreang. Ahahaa.. Pukul sepuluh pun saya tiba dirumah dengan kondisi badan tak karuan. 

Alhamdulillah perjalan kami diberi keselamatan dan kesehatan. Sampai berjumpa di perjalanan selanjutnya. Tulisan yang kepanjangan sih sebetulnya, but comparable to what has been my friend and I went through to get this long long story .

 “Maaf panjang menulis, karena foto saya tak banyak bicara”